Jumat, 25 Oktober 2013

Teori Gejala Masalah Akil Balik oleh Margareth Mead



Dalam penelitian di Kepulauan Samoa di Kepulauan Polinesia, Mead menyimpulkan bahwa para gadis Samoa tidak mengalami gejolak akil balik sebab keluarga Samoa tidak bersifat keluarga inti, melainkan bersifat keluarga luas. Akibatnya anak-anak bergaul bebas dan emosional dengan kerabat lain.
Demikian pula pergaulan secara seksual antara para remaja lain jenis yang lebih bebas dibandingkan dengan remaja Ero-Amerika pada tahun dua puluhan. Karena tidak adanya pengekangan mengenai seks, gejolak akil balik tidak ada pada remaja Samoa.
Dalam penelitian pada tiga suku bangsa Papua, yakni Arapesh, Mundugumor, dan Tchambuli di aliran sungai Sepik di Papua Nugini, yang dimuat dalam bukunya Sex and Temperament in There Primitive Societies (1934) berkesimpulan bahwa: perbedaan sifat-sifat kepribadian atau temperamen antara laki-laki dan wanita tidak bersifat universal.  
Ø Di dalam kebudayaan Arapesh tidak ada perbedaan tempramen antara laki-laki dan wanita. Keduanya mempunyai kepribadian yang rata-rata halus lembut dan pasti seperti umumnya pada wanita pada kebudayaan Ero-Amerika.
Ø Pada masyarakat Mundugumor juga menunjukkan tidak adanya perbedaan temperamen laki-laki dan wanita keduanya memiliki kepribadian keras, kasar, aktif, dan agresif, seperti yang umumnya dimiliki laki-laki masyarakat Ero-Amerika.
Ø Sedang pada masyarakat Tchambuli, temperamen yang dimiliki kaum laki-laki dan wanita bertolak belakang. Para wanita umumnya berkepribadian dan bertingkah laku keras, kasar, dan aktif. Mereka melaksanakan pekerjaan berat di pekerbunan, mencari sagu, dan tidak biasa bersolek atau mempercantik diri. Bahkan banyak wnaita yang berkepala botak. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa wanita Tchambuli umumnya memiliki kepribadian dan perilaku seperti kaum pria Ero-Amerika. Sebaliknya, kaum pria Tchambuli bekerja di lapangan pertukangan, mencari ikan, kesenian, dan berburu.  Dan menurut Mead, dalam adat pergaulan antarsex yang berperan aktif adalah kaum wanita. Sehingga tidak mengherankan apabila yang berhias adalah kaum laki-lakinya. Dengan demikian kepribadian yang dimiliki kaum laki-laki Tchambuli adalah seperti yang dimiliki kaum wanita kebudayaan Ero-Amerika.

Kamis, 24 Oktober 2013

Arti Kerata Basa



Dalam bahasa Jawa dikenal apa yang disebut Kerata basa, yang artinya memberi arti kata atau mencari asal-usul kata dengan cara melihat hubungan kedua kata tersebut. Tentu saja hal itu tidak dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Oleh karena itu kerata basa dapat dikatakan sebagai volksetimologie atau etimologi rakyat.
Berikut beberapa contoh kerata basa.
1.    Wedang         :  gawe kadang, ngawe kadang (membuat bersaudara, mengajak saudara). Padahal sesuai dengan arti katanya ‘wedang’ berarti we atau air yang didang yaitu dimasak.
2.    Kutang           :  sikute diutang (sikunya dihutang). Baju kutang itu baju dalam, tidak dapat dikatakan baju yang menghutang siku.
3.    Garwa            :  sigaraning nyawa (sebagian/separuh nyawa/jiwa). Orang yang sudah menikah itu nampaknya dua orang, tetapi sesungguhnya menurut faham sudah bersatu, istri adalah bagian dari suami.
4.    Cangkir           :  nyancang pikir. Orang duduk-duduk minum teh dari cangkir yang tersedia itu berarti “pikiran” mereka telah diikat untuk minum.

Tentu kerata basa serupa itu yang sering masih dipergunakan dalam percakapan kurang tepat. Itulah sebabnya kita sebut sebagai etimologi rakyat. Sedang etimologi yang sebenarnya seperti berikut.
1.    Kata wanita, tidak boleh diartika seseorang yang wani/berani menata atau mengatur. Sebab kata wanita itu erat hubungannya dengan kata to want (ingin sesuatu). Wanita adalah seseorang yang diinginkan oleh seseorang lain (pria).
2.    Kata telepon. Di Sumatra masih ada orang yang beranggapan bahwa kata telepon itu berasal dari dua kata yaitu kata ‘tali’ dan ‘poon’ (pohon). Atau diartikan sebagai kiriman berita dari /lewat tali-tali di pohon. Padahal kita tahu bahwa telepon berasal dari kata ‘tele’ yang berarti jauh dan ‘phone’ yang artinya suara/bunyi. Jadi telepon adalah suara/bunyi yang terkirim dari jarak jauh.

Rabu, 23 Oktober 2013

Cerpen "Takdir Senjaku"



Kelopak-kelopak bunga yang sengaja ditebarkan ini masih begitu segar. Aroma semerbak memenuhi indra penciumanku. Kutatap nisan yang menegak di hadapanku sekarang ini. Sedikit kujumput tanah dan menggenggamnya tanpa tenaga.
“Ibu ...”
Ucapku lirih seraya memejamkan mata dan memutar kilasan-kilasan memori yang pernah kulalui bersamanya. Sekarang dia terbujur kaku, sendirian, dan entah apa yang ia rasakan atau ia alami di sana. Aku tak tahu. Yang aku tahu kini aku sebatang kara di dunia ini.
Setelah cukup menata pikiran, mencerna dengan baik apa yang telah menimpaku, aku beranjak dari samping gundukan tanah yang berwarna cokelat kemerahan ini. Dua langkah. Empat langkah. Hingga langkahku yang kedelapan, aku berhenti sejenak dan menatap langit yang warnanya tak biru. Lagi-lagi kupejamkan mata, bersiap mengeluarkan sesuatu yang sejak tadi memang ingin aku keluarkan.
“Ibuu!! Kau dengar?!! Sekarang tidak ada lagi yang mengganggu hidupku! Kau dengar tidak?! Sekarang tidak ada lagi yang membuatku muak! Silakan mencapku sebagai anak durhaka! Aku tidak peduli! AKU TIDAK PEDULI!!!!”
Napasku tersengal-sengal setelah berhasil mengeluarkan semua cacian itu. Cacian yang sudah ingin aku keluarkan selama dua belas tahun terakhir. Tak kupedulikan tatapan heran beberapa orang yang juga berada di areal pemakaman ini. Sekali lagi, aku tak peduli.
***
Dua belas tahun yang lalu ...

“Ranti...!”
Tak kupedulikan panggilan wanita itu. Mata dan pikiranku masih terfokus pada selembar kertas yang warnanya sudah usang. Wanita itu, dia ibuku. Ibu yang begitu hebat karena dengan tangguhnya menjadi orangtua tunggal untukku selama lima belas tahun. Tapi itu anggapanku dulu, sebelum aku menemukan kenyataan pahit ini.

Aku tahu aku memang pelacur. Tapi aku yakin anak ini adalah anakmu. Dia kuberi nama Ranti. Nama yang cantik, bukan? Secantik parasnya. Kita besarkan dia bersama, Mas ....
Aku mohon kembalilah padaku.

***
Hujan memang selalu berhasil mengangatkan aku pada memori usang itu. Terlebih saat sendiri seperti sekarang ini. Secangkir kopi moka panas menjadi teman terbaikku sebagai seorang lajang yang tinggal sendirian di sebuah apartemen yang tidak terlalu mewah.
Aku sangat menikmati hidupku sebagai seorang editor majalah ternama sejak lima tahun terakhir. Dan aku merasa hidupku begitu sempurna setelah peristiwa itu. Peristiwa yang akhirnya merenggut nyawa wanita itu dua hari yang lalu. Dia tewas karena gantung diri. Setidaknya itu yang polisi simpulkan. Bodoh sekali. Bagaimana mungkin mereka tidak mencurigaiku sedikitpun?
“Kau membuatku menjadi manusia yang paling kotor sedunia. Kau ... membuatku hidup begitu keras dan menyedihkan. Mereka bahkan menganggapku lebih kotor daripada isi jamban sekalipun. Kau memang pantas mendapatkannya. KAU MEMANG PANTAS MATI!!!”
PRRAAANGGG...!!!!
Cangkir berwarna kuning itu hancur berkeping-keping setelah kulempar ke lantai. Hancur. Mungkin begitu juga jasadnya sekarang. Hancur dimakan tanah.
“Kau pasti hancur di sana. Tapi tidak denganku. Aku akan hidup dengan nyaman di dunia ini,”
***
“Aku sudah siap ke kantor. Dan nanti mungkin aku akan pulang sedikit malam karena ada meeting ...”
“Aku janji besok kita makan malam bersama di tempat biasa. Oke, sampai besok.”
Setelah sambungan telepon terputus, aku segera bergegas menuju tempat karjaku. Itu tadi kekasihku. Randi, seorang pengusaha tekstil yang sangat tampan dan pastinya mapan. Nama kami saja sudah mirip. Aku yakin dia adalah jodohku dan hidupku di masa mendatang pasti akan menyenangkan.
Aku sudah berdiri di halte menunggu bus yang akan membawaku sampai di kantor. Kurogoh ponsel yang kusimpan di dalam tasku untuk membuka e-mail atau media sosial sekedar menghabiskan waktu.
“Awas ... !!!”
Kuangkat kepalaku mencari sumber suara dan mencari tahu apa yang terjadi. Belum habis keterkejutanku, tiba-tiba aku merasakan tubuhku melayang dan berakhir di tiang halte.
DUAAKKK!!!
Aku tidak tahu apa yang terjadi. Saat ini aku merasakan seluruh tubuhku mengalami kesakitan yang luar biasa. Anyir. Mungkin ini bau darah yang keluar dari mulut, hidung, atau apapun dari tubuhku. Sebuah mobil sport berwarna merah tampak terbalik dan mengeluarkan asap. Pasti mobil itu yang menabrakku.
Sebelum kesadaranku hilang sepenuhnya, kulihat belasan orang mengerumuniku. Apa yang terjadi denganku? Apa aku akan mati? Tidak. Tidak mungkin. Takdirku masih akan sangat panjang. Aku tidak mungkin mati sekarang. Tapi aku lelah. Mataku tidak bisa lagi melihat dengan jelas. Namun masih cukup jelas melihat sesosok orang yang sangat aku kenal di antara kerumunan orang ini.
“I ... bu ...”
Dia menyeringai. Dan sekarang mataku benar-benar tidak dapat lagi kubuka.  

*** End ***

Selasa, 22 Oktober 2013

Konflik dengan Rekan Kerja




         Seseorang berkeluh kesah kepada saya betapa ia tidak tahan berada di tempat kerjanya sendiri. Wanita yang pada tahun ini menginjak usia ke dua puluh lima tahun ini begitu emosional saat menceritakan perselisihannya dengan seorang rekan kerja yang juga wanita. Dari penuturannya, sebenarnya ia sendiri tidak mengerti apa yang menyebabkan sang rekan membenci bahkan menyerangnya secara verbal saat jam kerja. 

        Konflik di tempat kerja bukanlah suatu hal yang luar biasa karena hampir setiap orang pernah atau sedang mengalaminya, baik konflik dengan rekan sendiri maupun dengan atasan. Sudah jelas bahwa munculnya konflik dapat disebabkan perbedaan-perbedaan seperti kepentingan, pendirian, atau latar belakang budaya. Perbedaan kepentingan tampaknya lebih banyak menjadi faktor utama tersulutnya konflik antarteman kerja.

        Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial di antara dua orang atau lebih yang berusaha menyingkirkan pihak lain dengan jalan menghancurkan atau membuatnya tidak berdaya. Konflik bisa terjadi ketika dua orang atau lebih melakukan interaksi sosial, yang di dalamnya terjadi kontak dan komunikasi sosial. Ralph Dahrendorf mengungkapkan bahwa masyarakat memiliki dua wajah, yakni konflik dan konsensus. 

       Pada kasus yang dialami teman saya di atas, konflik lebih disebabkan oleh faktor yang bersifat pribadi seperti rasa tidak suka. Dalam sosiologi, perilaku demikian sebenarnya tergolong dalam kontravensi, yaitu suatu sikap/perilaku yang berada di antara konflik dan kompetisi. Kontravensi dapat ditunjukkan dengan perasaan tidak suka (terang-terangan atau tersembunyi), menekan individu lain, menyindir, dan lain-lain. 

       Bentuk lain dari konflik di lingkungan kerja diantaranya konflik antara atasan dengan bawahan, antara bagian personalia dengan karyawan, dan lain-lain.  Konflik-konflik tersebut dapat dilatarbelakangi oleh berikut ini.

1. Saling Ketergantungan Tugas;
Sistem kerja yang didesain dengan mengabaikan otorisasi dan pendelegasian wewenang rentan terhadap konflik organisasi, pada dasarnya setiap unit dalam organisasi menginginkan otonomi dalam setiap pekerjaan, dengan pola otokratis birokratis memungkinkan timbulnya kejenuhan pada anggota organisasi karena pekerjaan harus diselesaikan dengan keterlibatan orang lain dan ini merupakan konflik yang disfungsional.
2. Perbedaan tujuan dan Prioritas
Antara Organisasi dan Individu mempunyai perbedaan tujuan yang mendasar, individu ingin kondisi kerja yang baik dengan penghasilan yang baik namun organisasi menginginkan kinerja yang maksimal dan salery yang disesuaikan, disamping itu antar individu juga mempunyai keragaman tujuan. Perbedaan prioritas yang diberlakukan dalam organisasi juga rentan terhadap konflik, perbedaan persepsi tentang skala prioritas ini terjadi karena perbedaan potensi dan sistem.
3. Faktor Birokratik
Walapun dalam teori Organisasi dinyatakan bahwa organisasi yang ideal adalah birokrasi sebagaimana konsep Max Weber, namun pola hirarkhis yang diajarkan dalam birokrasi rentan terhadap timbulnya konflik, birokrat yang monoton sebenarnya sama dengan otoriter tanpa pendelegasian wewenang hal ini yang mengakibatkan staff pada level pelaksana jenuh dan menginginkan perubahan, lahirnya keinginan perubahan dilanjutkan dengan tindakan – tindakan kearah tersebut maka dalam organisasi tersebut sudah tercipta konflik.
4. Persaingan terhadap sumber daya yang langka
Tidak semua organisasi dapat memenuhi kebutuhan sumberdayanya secara menyeluruh, keadaan itu secara signifikan akan melahirkan perebutan dan kompetisi antar anggota organisasi, sebagai contoh pada sebuah dinas mendapat satu jatah sepeda motor, maka kehadiran satu sepeda motor tersebut akan dijadikan rebutan bagi seluruh angota organisasi.

        Lalu, apakah konflik yang terjadi dalam lingkungan kerja akan berpengaruh terhadap kinerja seorang individu? Beberapa penelitian menunjukkan bahwa tinggi rendahnya tingkat konflik secara langsung dapat dijadikan ukuran pengaruh terhadap prestasi kerja. Pada tingkat konflik yang rendah atau tidak ada sama sekali maka prestasi kerja akan rendah karena organisasi apatis, stagnan dengan kurangnya ide – ide baru atau miskin inovasi, selanjutnya pada tingkat konflik yang optimal dilihat dari banyaknya inovasi dan kreatifitas maka secara nyata konflik yang timbul akibat lahirnya hal tersebut adalah dapat meningkatkan prestasi kerja. Ada kondisi dimana inovasi semakin banyak, kretivitas juga meningkat tetapi tidak ada koordinasi tidak ada kepedulian manajer maka konflik yang lahir akan berpengaruh negatif terhadap organisasi.
       Bagaimanapun tingkat stres yang kita alami di tempat kerja, tindakan atau sikap paling baik adalah tetap menjaga interaksi sosial dengan sesama rekan kerja. Sikap demikian akan membantu dalam menciptakan kondusivitas lingkungan kerja sehingga tidak berpengaruh terhadap kinerja.

Mobilitas Sosial



       Fatin Shidqia, hampir seluruh masyarakat Indonesia tahu siapa sosok ini. Ia adalah seorang penyanyi yang memenangkan sebuah ajang pencarian bakat. Fatin adalah fenomena baru di dunia hiburan Indonesia. Bagaimana tidak? Siswi sebuah sekolah menengah di Jakarta ini berhasil merebut hati para juri di ajang tersebut bahkan saat pertama kali audisi. Demam Fatin mencapai puncaknya saat pada grand final beberapa waktu lalu ia sukses mengalahkan kompetitornya yang notabene adalah penyanyi profesional. Jauh lebih berpengalaman dibanding Fatin.
       Tulisan ini tidak akan membahas tentang kehidupan pribadi Fatin Shidqia atau pencapaian yang ia peroleh. Namun bagaimana seseorang yang tidak dikenal masyarakat luas menjadi seorang bintang yang memiliki banyak fans, dan tentu saja materi berlimpah. Fatin telah mengalami perpindahan status sosial dan ekonomi. Fatin telah melakukan mobilitas sosial vertikal naik. Lalu, apa sebenarnya yang dimaksud dengan mobilitas sosial?
Mobilitas berasal dari kata “mobilis” yang artinya mudah dipindahkan. Berikut adalah pendapat beberapa ahli mengenai definisi mobilitas sosial.
1.     Kimball Young
Mobilitas sosial adalah suatu mobilitas dalam struktur sosial, yaitu pola-pola tertentu yang mengatur organisasi suatu kelompok.
2.     William Kornblum
Mobilitas sosial adalah perpindahan individu-individu, keluarga-keluarga, dan kelompok sosialnya dari satu lapisan sosial ke lapisan sosial lainnya.
3.     Edward Ransford
Mobilitas sosial adalah perpindahan ke atas atau ke bawah dalam lingkungan sosial secara hierarki.
Mobilitas sosial dibedakan berdasarkan tipe dan berdasarkan ruang lingkup.
1.     Berdasarkan Tipe
a.     Mobilitas sosial vertikal
Mobilitas vertikal adalah perpindahan individu atau objek dari suatu kedudukan sosial ke kedudukan sosial lainnya yang tidak sederajat. Pergerakan dari mobilitas sosial ini adalah ke atas (vertikal) naik dan ke bawah (vertikal turun).
1)    Mobilitas sosial vertikal naik (social climbing mobility)
Adalah perpindahan  status sosial seorang individu atau kelompok ke dalam status sosial yang lebih tinggi. Contohnya, karyawan bisa menjadi manager.
2)       Mobilitas sosial vertikal turun (social sinking mobility)
Adalah perpindahan status sosial individu atau kelompok ke dalam status sosial yang lebih rendah. Contohnya, pengusaha kaya raya berubah menjadi miskin setelah mengalami kebangkrutan.
b.    Mobilitas sosial horizontal
Adalah perpindahan status sosial seorang individu atau kelompok dalam lapisan sosial yang sederajad. Mobilitas sosial horizontal tidak menimbulkan pengaruh yang berarti seperti naik atau turunnya pangkat atau skala wibawa seseorang. Misalnya, seorang pemilik jasa fotocopy menjadi pengusaha loundry. Contoh lain adalah seorang guru SMA pindah bekerja menjadi guru di SMK.
c.     Mobilitas sosial lateral
Mobilitas sosial lateral adalah perpindahan individu atau kelompok dari wilayah satu ke wilayah yang lain. Nama lain dari mobilitas lateral adalah mobilitas geografis.
d.    Mobilitas sosial struktural
Adalah mobilitas yang disebabkan oleh inovasi, urbanisasi, pertumbuhan ekonomi, peperangan, dan kejadian-kejadian lainnya yang mengubah struktur dan jenis kelompok-kelompok dalam masyarakat. Contohnya, masyarakat agraris beralih menjadi masyarakat industri.
2.     Berdasarkan Ruang Lingkup
a.     Mobilitas Intragenerasi / intergenerasi
Mobilitas sosial yang dialami seorang individu selama masa hidupnya disebut mobilitas intragenerasi atau intergenerasi. Proses perubahan status dimulai dari individu tersebut lahir ke dunia sampai akhir hayatnya. Peristiwa ini dapat dicontohkan perjalanan seorang individu sejak ia menjadi siswa, mahasiswa, kemudian menyandang gelar sarjana. Setelah itu bekerja menjadi karyawan, lalu pengangguran karena dipecat. Proses sosial tersebut akan berlanjut hingga ia meninggal dunia.
b.    Mobilitas Antargenerasi
Adalah mobilitas sosial yang dialami dua generasi atau lebih. Mobilitas antargenerasi terjadi karena adanya perubahan status sosial antara ayah dengan anak, anak dengan cucu, dan seterusnya. Contohnya, Pak Ahmad adalah seorang guru SD. Dahulu ayahnya hanya seorang petani biasa. Anak laki-laki Pak Ahmad telah menjadi seorang dosen di perguruan tinggi negeri. Itulah yang dimaksud dengan mobilitas antargenerasi.

Faktor-faktor Pendorong Mobilitas Sosial
1.     Status sosial
Setiap individu berhak mengubah status sosial yang diterimanya sejak lahir. Terutama jika status yang melekat padanya tidak cukup membuat puas. Namun sifat sistem pelapisan sosial di lingkungannya juga akan berpengaruh terhadap usahanya. Pada sistem pelapisan sosial terbuka, individu memiliki peluang sangat besar untuk melakukan mobilitas sosial vertikal naik. Akan tetapi jika ia berada di dalam sistem pelapisan sosial tertutup seperti sistem kasta, maka akan sulit baginya untuk melakukan mobilitas sosial vertical, bahkan tidak mungkin.
2.     Kondisi ekonomi
Mobilitas sosial dapat dilatarbelakangi oleh keinginan individu untuk meningkatkan taraf hidupnya karena merasa tidak puas dengan kondisi perekonomiannya. Contohnya, individu yang ingin melakukan urbanisasi (mobilitas geografis) untuk mencari pekerjaan di kota besar. Jika tidak memiliki biaya, maka ia tidak akan bisa melakukannya.
3.     Situasi politik
Seorang individu akan mudah berpindah status jika situasi politik negaranya dalam keadaan aman. Investasi berkembang dengan mudah dan cepat, usaha-usaha pun dapat berjalan tanpa gangguan yag berarti. Berbeda halnya dengan Negara yang selalu berperang seperti Israel dan Palestina, atau negara-negara yang berkonflik dengan rakyatnya sendiri seperti Libya, Mesir, Tunisia, dan Yaman. Investor asing enggan menjalin kerja sama ekonomi, masyarakat pun tidak mampu mengembangkan usaha perekonomiannya.
4.     Pertumbuhan penduduk
Pertumbuhan penduduk dapat menjadi faktor pendorong mobilitas sosial ketika tingkat pertumbuhannya tidak seimbang dengan jumlah lapangan pekerjaan. Seseorang akan terdorong untuk melakukan mobilitas geografis jika wilayah asalnya dianggap tidak memberikan lahan penghidupan kepada dirinya dikarenakan jumlah yang terlalu padat.
5.     Keinginan melihat daerah lain
Faktor ini mampu membuat seseorang melakukan mobilitas sosial lateral sekaligus vertikal naik. Contohnya, Adi hanya seorang mahasiswa yang memimpikan bisa melihat Negara Perancis.   Keinginan ini membuat Adi berusaha keras untuk mendapatkan beasiswa ke Negara tersebut. Setelah tercapai, Adi telah melakukan dua mobilitas sekaligus. Lateral, yaitu ia telah berpindah dari Indonesia ke Perancis, dan vertical naik, dari mahasiswa S1 menjadi mahasiswa S2.

Faktor-faktor Penghambat Mobilitas Sosial
1.     Perbedaan ras
Contoh yang nyata adalah sistem apartheid yang menghambat mobilitas sosial masyarakat kulit hitam di Afrika Selatan. Golongan kulit putih sebagai ras minoritas melarang ras kulit hitam berpartisipasi dala pemerintahan, dan tidak memberikan akses dan ruang yang lebih kepada mereka untuk mengembangkan usahanya.
2.     Deskriminasi kelas
Hambatan juga dapat disebabkan oleh perbedaan perlakuan terhadap kelas sosial tertentu. Contohnya adalah sekolah-sekolah yang hanya menerima siswa dari kalangan menengah ke atas. Hal ini akan membuat anak-anak dari kalangan menengah ke bawah tidak bisa menuntut ilmu di sekolah tersebut.
3.     Kemiskinsan
Masyarakat miskin tidak memiliki akses yang memadai atas sarana informasi dan pendidikan, sehingga akhirnya tertinggal dari kelompok lain, dan dari generasi ke generasi akan tetap berada pada kelas sosial yang sama. Kemiskinan dapat menghambat seorang individu meraih pendidikan yang tinggi, atau melakukan mobilitas geografis ke daerah lain.
4.     Perbedaan jenis kelamin
Pada masyarakat yang menganut sistem patrilineal, cenderung menganggap bahwa pria lebih superior daripada wanita. Ketika seorang wanita menjadi pemimpin, masyarakat tidak jarang memandangnya dengan sebelah mata dan meragukan kepemimpinannya. Hal ini akan mempengaruhi pencapaian prestasi, kekuasaan, dan status sosial yang dicapai oleh kebanyakan kaum wanita di seluruh dunia.
5.     Pengaruh sosialisasi yang sangat kuat
Dapat dicontohkan pada masyarakat Badui Dalam di Banten. Setiap individu dibesarkan dengan penanaman nilai-nilai sosial yang kuat tentang kearifan lokal di dalam masyarakat tersebut. Hasil dari proses sosialisasi tersebut adalah masyarakat Badui Dalam tidak memberikan ruang bagi kemajuan teknologi dan komunikasi seperti pada masyarakat kota. Mereka khawatir nilai-nilai yang telah lama dipelihara menjadi pudar dengan adanya perubahan sosial.

Saluran-saluran Mobilitas Sosial Vertikal

Mobilitas sosial vertikal dilakukan masyarakat melalui saluran-saluran dalam masyarakat. Pitirim A. Sorokin menyebut saluran-saluran tersebut sebagai sirkulasi sosial (social circulation).
1.     Angkatan Bersenjata
Mobilitas sosial dapat dilakukan melalui lembaga Kepolisian atau TNI. Seorang individu yang berasal dari kelas menengah ke bawah, akan dihargai dengan pangkat yang tinggi ketika dirinya telah memberikan jasa yang besar selama bertugas. Melalui peningkatan karir tersebut, mereka dapat memperoleh kekuasaan dan wewenang yang lebih besar.
2.     Lembaga Pendidikan Sosial
Sekolah dianggap sebagai saluran yang paling intensif dan konkret dalam upaya meningkatkan status sosial. Sekolah dianggap sebagai “social elevator”. Lembaga pendidikan merupakan salah satu saluran mobilitas yang paling mudah dimasuki oleh berbagai kelas sosail masyarakat. Gelar pendidikan yang diperoleh seorang seperti Sarjana, Doktor, atau Profesor juga akan meningkatkan kedudukan sosial orang tersebut di masyarakat.
3.     Lembaga Keagamaan
Agama dianggap sebagai lembaga yang luhur dan penting dalam masyarakat. Para pemuka agama seperti Ulama, Pendheta, Pastor, dan Biksu selalu menempati kedudukan tertinggi di lingkungan sosialnya. Bahkan pada masyarakat dengan sistem kasta, status sosial tertinggi adalah Brahmana atau kaum agama.
4.     Lembaga Ekonomi
Individu yang berhasil membangun dan mengembangkan kekuatan ekonominya, baik swasta maupun milik pemerintah, akan menempati kelas sosial yang tinggi. Setiap orang pasti memilki keinginan besar untuk tidak hanya menjadi karyawan biasa di suatu perusahaan, tetapi berjuang untuk menduduki jabatan sekelas manager atau bahkan direktur. Dengan memiliki perekonomian yang kuat, maka setiap simbol status sosial dapat dengan mudah diperoleh seperti mobil mewah, rumah mewah, atau barang-barang ber-merk. Contoh lembaga ekonomi adalah bank, perusahaan tekstil, home indutry, dan lain sebagainya. 
5.     Lembaga Politik
Partai politik dapat memberikan peluang besar bagi para anggotanya untuk menaikan status sosialnya. Apalagi bila individu yang bersangkutan memiliki kemampuan bernegosiasi, berstrategi, atau yang lainnya.

Prinsip Umum Mobilitas Sosial Vertikal

Prinsip-prinsip umum yang sangat penting bagi gerak sosial vertikal adalah sebagai berikut.
1)       Hampir tak ada masyarakat yang sifat sistem lapisannya mutlak tertutup, di mana sama sekali tak ada gerak sosial yang vertikal.
2)       Betapapun terbukanya system lapisan dalam suatu masyarakat tidak mungkin mobilitas sosial vertikal dilakukan dengan sebebas-bebasnya, sedikit banyak akan ada hambatan-hambatan. Apabila proses gerak sosial tersebut dapat dilakukan dengan sebebas-bebasnya, tidak mungkin ada startifikasi sosial yang menjadi ciri tetap dan umum dari setiap masyarakat.
3)       Mobilitas sosial vertikal yang umum berlaku bagi semua masyarakat tak ada, setiap masyarakat mempunyai ciri-ciri sendiri bagi gerak sosialnya yang vertikal.
4)       Laju gerak sosial vertikal yang disebabkan oleh faktor-faktor ekonomi, politik, serta pekerjaan adalah berbeda.
5)       Berdasarkan bahan-bahan sejarah, khususnya dalam gerak sosial vertikal yang disebabkan faktor-faktor ekonomis, politik, dan pekerjaan, tak ada kecenderungan yang kontinyu perihal bertambah atau berkurangnya laju gerak sosial. Hal ini berlaku bagi suatu negara, lembaga sosial yang besar, dan juga bagi sejarah manusia.