Dalam bahasa
Jawa dikenal apa yang disebut Kerata basa, yang artinya memberi arti kata atau
mencari asal-usul kata dengan cara melihat hubungan kedua kata tersebut. Tentu saja
hal itu tidak dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Oleh karena itu kerata
basa dapat dikatakan sebagai volksetimologie
atau etimologi rakyat.
Berikut beberapa contoh kerata basa.
1.
Wedang : gawe kadang, ngawe kadang (membuat
bersaudara, mengajak saudara). Padahal sesuai dengan arti katanya ‘wedang’
berarti we atau air yang didang yaitu dimasak.
2.
Kutang : sikute diutang (sikunya dihutang). Baju kutang
itu baju dalam, tidak dapat dikatakan baju yang menghutang siku.
3.
Garwa : sigaraning nyawa (sebagian/separuh
nyawa/jiwa). Orang yang sudah menikah itu nampaknya dua orang, tetapi sesungguhnya
menurut faham sudah bersatu, istri adalah bagian dari suami.
4.
Cangkir : nyancang pikir. Orang duduk-duduk minum teh
dari cangkir yang tersedia itu berarti “pikiran” mereka telah diikat untuk
minum.
Tentu kerata
basa serupa itu yang sering masih dipergunakan dalam percakapan kurang tepat. Itulah
sebabnya kita sebut sebagai etimologi rakyat. Sedang etimologi yang sebenarnya
seperti berikut.
1.
Kata wanita,
tidak boleh diartika seseorang yang wani/berani
menata atau mengatur. Sebab kata wanita itu erat hubungannya dengan kata to want (ingin sesuatu). Wanita adalah
seseorang yang diinginkan oleh seseorang lain (pria).
2.
Kata telepon. Di Sumatra masih ada orang yang
beranggapan bahwa kata telepon itu berasal dari dua kata yaitu kata ‘tali’ dan ‘poon’
(pohon). Atau diartikan sebagai kiriman berita dari /lewat tali-tali di pohon. Padahal
kita tahu bahwa telepon berasal dari kata ‘tele’ yang berarti jauh dan ‘phone’
yang artinya suara/bunyi. Jadi telepon adalah suara/bunyi yang terkirim dari
jarak jauh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar